Jika
rambut yang digunakan berasal dari jenis sintetis, mayoritas ulama memperbolehkannya.
Tren kecantikan terus berkembang. Tak hanya menyangkut rias wajah atau berbusana, tetapi merambah pula pada penampilan cantik
rambut.
Rambut yang kerap diidentikkan dengan mahkota itu menjadi
bagian penting dalam penilaian paras seseorang.
Banyak cara ditempuh agar mahkota tersebut kelihatan menarik. Salah satunya, melalui metode sambung
rambut atau hair extension.
Teknik penyambungan
rambut ini dilakukan pada sebagian atau bahkan keseluruhan
rambut. Rambut disambung menggunakan polymer microtien, yaitu sejenis lem karet yang khusus untuk merekatkan
rambut.
Peminat hair extension bisa memilih jenis
rambut yang akan ia sambung. Ada dua jenisnya, yaitu
rambut tiruan (hair synthetic) atau
rambut asli yang berasal dari
rambut manusia (human hair). Soal biaya, memang agak sedikit mahal. Ongkosnya berkisar antara Rp 800 ribu hingga Rp 2 juta.
Tren kecantikan penyambungan
rambut ini, kata Prof Abdul Jawwad Khalaf dalam bukunya yang berjudul "as-Syi"ru wa-Ahkamuhu fi al-Fiqh al-Islami" telah berkembang sejak lama.
Ketika Islam turun pertama kali di Jazirah Arab, para
wanita telah mengenal teknik ini. Karenanya, Rasulullah SAW juga memberikan perhatian khusus.
Hadis riwayat Muslim dan Ahmad dari Jabir bin Abdullah menyebut bahwa Rasul melarang perempuan
menyambung apa pun di
rambutnya. Kecaman juga ditujukan
bagi pihak perias ataupun perempuan yang disambung
rambutnya. Ini seperti disebut hadis riwayat Bukhari Muslim dari Aisyah. Bagaimana penafsiran ulama atas hadis ini?
Sesuai dengan dua kategori jenis
rambut di atas, para ulama memiliki pemandangan yang beragam menyikapi permasalahan tersebut.
Dalam kasus
rambut asli, Mazhab Maliki, Syaifii, dan Hanbali berpendapat,
hukumnya haram.
Apa pun tujuannya, baik untuk kecantikan atau sekadar perbaikan
rambut.
Termasuk, asal muasal
rambut, baik
rambut sendiri, kerabat yang mahram, atau
rambut orang lain. Tetap saja, tidak diperbolehkan.
Ini sesuai dengan larangan yang tertuang dalam hadis di atas. Selain itu, sudah semestinya
rambut anak Adam tersebut tidak dimanfaatkan. Justru, sunah yang dianjurkan terhadap
rambut yang tak terpakai ialah menguburnya.
Mazhab Hanafi lebih memilih opsi makruh untuk kasus
rambut asli. Ada lagi pendapat ketiga, tetapi dikategorikan sebagai pendapat yang langka, ialah opsi bahwa
hukum hair extension boleh secara mutlak.
Tak peduli apakah
rambut tersebut asli ataupun sintetis. Ini merupakan pendapat Imam Laits bin Sa"ad. Tapi, sebagian ulama dari Mazhab Syafii mengatakan, larangan itu berlaku bila terdapat najis di
rambut tersebut. Jika
rambut suci, baik sintetis ataupun asli,
hukumnya boleh.
Untuk opsi jenis
rambut yang kedua, yaitu penyambungan dengan
rambut sintetis, mayoritas ulama sepakat
hukumnya boleh. Pandangan ini banyak digunakan, antara lain, oleh ulama Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan pendapat yang kuat di Mazhab Hanbali.
Ada pula yang tetap mengharamkan penyambungan
rambut jenis ini, yaitu Sa"id bin Jabir dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal.
Ada satu jenis
rambut lagi, kata Prof Abdul Jawwad. Yaitu, penyambungan menggunakan
rambut binatang. Menurut mayoritas ulama,
hukumnya tidak boleh. Opsi ini dipilih oleh Mazhab Maliki, Hanbali, dan Zhahiri.
Sedangkan, di kalangan Mazhab Syafii ada tiga pendangan bila yang bersangkutan bersuami. Pertama tidak boleh, kedua boleh mutlak, dan ketiga boleh atas izin suami. Jika tidak bersuami atau lajang, Mazhab ini tetap tidak memperbolehkan.
Hukum hair extension
Rambut asli (human hair)
Dilarang: Mazhab Maliki, Syaifii, dan Hanbali
Makruh : Mazhab Hanafi
Boleh : Imam Laits bin Sa"ad.
Rambut tiruan (hair synthetic)
Boleh : Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan pendapat yang kuat di Mazhab Hanbali.
Haram : Said bin Jabir dan salah satu riwayat Ahmad bin Hanbal
Rambut binatang
Dilarang: Mazhab Maliki, Hanbali, Hanafi, salah satu riwayat Syafii dan Zhahiri
Boleh : Salah satu riwayat Mazhab Syafii jika atas izin suami
ess7p33oiomjrijyoi-rlo9tyc:v7cs9nc83/0w530w3mjrijyo2lvyo82e-4-828jr6o8t-r:2uo8t-s9es8y